TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Golput Di Pilkada 2024 Tinggi, Parpol Dinilai Gagal Sodorin Calon Menarik

Oleh: Farhan
Rabu, 04 Desember 2024 | 10:41 WIB
Ilustrasi. Foto : Ist
Ilustrasi. Foto : Ist

JAKARTA - Angka golput alias golongan yang tak memberikan hak suaranya di Pilkada Serentak 2024, cukup tinggi. Bahkan, di Jakarta 2024 mencapai 46,95 persen

Sejumlah pihak menilai, tingginya angka golput itu dise­babkan masalah teknis kepemi­luan, dan kegagalan parpol me­nyuguhkan calon yang menarik bagi masyarakat.

Politisi senior Partai Golkar, Firman Soebagyo prihatin me­lihat dengan fakta ini. “Ini ada sesuatu yang salah dan tentunya perlu ada evaluasi menyeluruh,” kata Firman dalam keterangan­nya, Selasa (3/12/2024).

Oleh karenanya, perlu kajian mendalam untuk mengetahui se­cara spesifik faktor penyebab me­rosotnya partisipasi masyarakat. Apakah sosialisasi yang kurang dari partai, kandidat, hingga ke­kurangan lain dari penyelenggara Pemilu maupun Pemerintah.

Padahal, durasi waktu so­sialisasi Pilkada sudah hampir setahun. Penyelenggara maupun peserta Pilkada telah memasang alat peraga, serangkaian kampa­nye, debat, dengan maksimal. Peran media dalam meliput ke­giatan tahapan Pilkada amat baik.

Melihat kondisi ini, Golkar akan melakukan evaluasi dari proses rekrutmen calon pejabat, khususnya dalam menghadir­kan kader partai yang dapat merepresentasikan kebutuhan masyarakat.

Ditegaskan, parpol telah beru­saha menyuguhkan paslon sesuai keinginan rakyat melalui hasil lembaga survei. Makanya, publik tidak bisa sepenuhnya menyalah­kan. Sebab, parpol kerap ber­pegang pada survei elektabilitas dan popularitas, sebelum menen­tukan calon dalam kontestasi.

“Ini PR seluruh partai. Teta­pi pendapat kegagalan parpol dalam menyuguhkan paslon sesuai aspirasi masyarakat itu bisa saja betul dan bisa tidak. Karena itu, perlu penelitian lebih lanjut,” tambahnya.

Sementara itu, politisi Partai Demokrat Dede Yusuf mengakui, faktor utama rendahnya tingkat partisipasi pemilih karena para calon yang maju kurang menarik.

Pilkada 2024, diibaratkannya seperti pertandingan sepakbola. Ketika tim yang bermain memiliki nama besar, seperti Manchester United melawan Chelsea, pasti akan banyak menarik perhatian penonton. Sebaliknya, pertan­dingan tim yang tak banyak me­miliki fans, pasti sepi penonton.

Memang calon juga sangat berpengaruh untuk membuat orang datang melihat pertan­dingan tersebut,” kata Dede di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Jakarta Pusat, Senin (2/12/2024).

Diakuinya, sosialisasi KPU di seluruh daerah sudah cukup opti­mal. Hanya, KPU tak bisa serta merta memaksa warga untuk datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk mencoblos. Kedatangan warga ke TPS harus dilandasi oleh keinginan untuk memilih calon tertentu.

“Tingginya angka golput itu harus menjadi bahan evalu­asi bagi partai politik. Artinya, partai politik harus benar-benar memunculkan calon kepala dae­rah yang sesuai dengan harapan warga,” sarannya.

Selain itu, faktor lain yang membuat tingkat partisipasi pe­milih rendah adalah waktu pelak­sanaan Pilkada yang berdekatan dengan Pileg dan Pilpres 2024. “Ini juga beban bagi para peserta Pemilu dan Pilkada, juga bagi para penyelenggara,” tuturnya.

Serupa, Sekretaris Jendela Par­tai Amanat Nasional (PAN) Eko Hendro Purnomo menilai, keseren­takan Pemilu berdampak terhadap rendahnya partisipasi publik.

Eko juga mengakui, ada ke­mungkinan publik melihat para calon dalam Pilkada tahun ini kurang menarik. “Sehingga jadi enggan untuk terlibat di dalam Pilkada,” tambahnya.

Terpisah, Pembina Perkumpu­lan untuk Pemilu dan Demokra­si (Perludem) Titi Anggraini menyarankan, perlu langkah strategis meningkatkan partisi­pasi pemilih. “Khususnya dari sisi partai politik, kudu berbe­nah dalam pendekatan kepada masyarakat,” sarannya.

Selain itu, KPU juga diharapkan memperbaiki teknis, memas­tikan prosedur berjalan lancar, serta menjaga integritas petugas Pemilu di lapangan. Pemerintah juga diminta merevisi regulasi, termasuk Undang-Undang Pemilu, Undang-Undang Pilkada, dan Undang-Undang Partai Politik, un­tuk menciptakan sistem yang lebih adil, transparan, dan partisipatif.

Peneliti Perludem Annisa Al­fath menambahkan, rendahnya partisipasi bukan hanya soal jadwal. Tetapi lantaran ketida­kpuasan masyarakat terhadap proses politik pemilihan calon.

“Adanya calon tunggal di 37 daerah menunjukkan partisipasi partai politik dalam mencalonk­an kandidat sering kali hanya bersifat formalitas, sehingga tidak memberikan pilihan yang menarik bagi pemilih,” tegasnya.

Komisioner KPU, August Mel­laz mengakui, terdapat penurunan angka partisipasi pemilih Pilkada dibandingkan dengan Pemilu 2024. “Memang kalau kita lihat sekilas, dari gambaran secara umum, partisipasi pemilih kurang lebih di bawah 70 persen, secara nasional rata-rata,” kata dia saat konferensi pers di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Jumat (29/11/2024).

Berdasarkan hasil lembaga survei Charta Politika, Pilkada Jakarta 2024 hanya diikuti 58 persen daftar pemilih tetap. Arti­nya, ada 42 persen golput. Ang­ka partisipasi pemilih tersebut menurun dibandingkan Pilkada 2017 yang diikuti oleh 70 persen pemilih. Sementara berdasarkan pemantauan Lembaga Survei Indonesia, tingkat partisipasi Pilkada Jakarta mencapai 69,57 persen.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo