Perusahaan Kurangi Produksi, Petani Tembakau Terpuruk
JAKARTA - Pemerintah memutuskan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10 persen pada 2023 dan 2024. Kenaikan ini untuk mengendalikan konsumsi maupun produksi rokok.
Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menilai, kenaikan cukai sebesar 10 persen merupakan pukulan telak bagi petani tembakau. Pasalnya, sudah 4 tahun berturut-turut keadaan petani tembakau tidak baik-baik saja. Bahkan, petani terpuruk mengingat hasil panen tembakau rontok baik harga dan terlambatnya penyerapan.
“Kenaikan cukai ini adalah bukti bahwa Menteri Keuangan (Menkeu) tidak berpihak pada kehidupan petani tembakau. Dan, tidak pernah mempedulikan jeritan aspirasi petani tembakau dan buruh industri hasil tembakau (IHT),” ujar Misbakhun dalam keterangannya, kemarin.
Dalam 3 tahun terakhir, lanjutnya, kenaikan cukai cukup eksesif. Tahun 2020 cukai naik 23 persen, tahun 2021 naik 12,5 persen, dan tahun 2022 naik 12 persen. Kenaikan ini malah merontokkan ekonomi petani.
Misbakhun menjelaskan, tingginya tarif CHT membuat perusahaan mengurangi produksi yang secara tidak langsung, mengurangi pembelian bahan baku.
“Padahal, 95 persen tembakau yang dihasilkan petani untuk bahan baku rokok,” sebut politikus Golkar ini.
Dia melihat, kondisi saat ini sedang dalam situasi rentan, bahkan penuh ketidakpastian akibat resesi global. Kondisi ini tentu berakibat pada tidak stabilnya daya beli termasuk terhadap produk tembakau.
"Kita juga belum benar-benar bisa keluar dari krisis akibat pandemi,” sebut dia.
Misbakhun menilai, keputusan Pemerintah mengumumkan kenaikan tarif cukai 10 persen tahun 2023 dan 2024 merupakan upaya fait accompli atau ketentuan yang harus diterima. Pemerintah tak melibatkan DPR untuk merumuskan kenaikan tarif cukai.
Padahal, UU Nomor 39 tahun 2007 tentang Cukai, Pasal 5 Ayat (4) menyebutkan, penentuan besaran target penerimaan negara dari cukai pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dan alternatif kebijakan Menteri dalam mengoptimalkan upaya mencapai target penerimaan, dengan memperhatikan kondisi industri dan aspirasi pelaku usaha industri, disampaikan kepada DPR untuk mendapat persetujuan.
Misbakhun juga menunjuk salah satu keputusan rapat antara Badan Anggaran (Banggar) DPR bersama Pemerintah pada 26 September 2022.
Rapat memandatkan Komisi XI DPR untuk membahas kenaikan tarif cukai dan ekstensifikasi cukai 2023 paling lama 60 hari setelah pengesahan RUU APBN 2023 menjadi UU APBN 2023 pada sidang paripurna DPR 29 September 2022.
Dengan itu, Misbakhun menduga, keputusan Pemerintah mengumumkan kenaikan CHT sebesar 10 persen pada Kamis (03/11) merupakan keputusan sepihak.
Karena itu, Komisi XI DPR dengan kewenangannya akan mengagendakan rapat kerja dengan Menteri Keuangan (Menkeu) untuk meminta keterangan perihal kenaikan tarif CHT tersebut.
Sementara, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai rokok guna mengendalikan konsumsi maupun produksi rokok. Ia berharap, kenaikan cukai rokok dapat berpengaruh terhadap menurunnya keterjangkauan rokok di masyarakat.
“Pada tahun-tahun sebelumnya, kita menaikkan cukai rokok yang menyebabkan harga rokok meningkat, sehingga affordability atau keterjangkauan terhadap rokok juga akan makin menurun. Dengan demikian diharapkan konsumsinya akan menurun,” ucap Sri Mulyani.
Dalam penetapan CHT, Sri Mulyani mengatakan, Pemerintah menyusun instrumen cukai dengan mempertimbangkan sejumlah aspek, mulai dari tenaga kerja pertanian hingga industri rokok.
Pemerintah juga memperhatikan target penurunan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun menjadi 8,7 persen. Ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) pada 2020-2024.
Sumber berita rm.id :
Nasional | 6 jam yang lalu
Pos Tangerang | 17 jam yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Galeri | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 5 jam yang lalu