Cuekin Barat
Demi Cuan, Arab Saudi Kian Merapat Ke China
ARAB SAUDI - Pemerintah Arab Saudi cuek alias tak ambil pusing dengan warning Barat agar berhati-hati dalam menjalin kerja sama dengan China. Sebaliknya, Negeri Petro Dolar tersebut malah menyatakan ingin memperkuat kerja sama ekonomi dengan Negeri Tirai Bambu.
Arab Saudi berambisi menghdupkan kembali jalur sutera, dengan China. Keinginan ini disampaikan Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman kepada Reuters, kemarin.
Abdulaziz beralasan, rencana kerja sama ekonomi dan perdagangan dengan China, murni soal cuan. Ditanya tentang kritik Barat terhadap hubungan bilateral tersebut, Menteri Abdulaziz , tidak ambil pusing.
“Kita ini melihat dari sisi bisnis saja. Pebisnis akan pergi ke lokasi yang menjanjikan keuntungan,” ujarnya saat ditemui di acara Konferensi Bisnis Arab-China diRiyadh, Minggu (11/6).
Para pengusaha dan investor China telah berdatanganke Riyadh untuk menghadiri konferensi tersebut. Pertemuan yang mengeratkan kerja sama kedua negara itu berlangsung beberapa hari usai kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken.
Sebelumnya Maret lalu, perusahaan raksasa minyak negara Saudi, Aramco, mengumumkan dua kesepakatan besar untuk meningkatkan investasi miliaran dolarnya di China dan meningkatkan peringkatnya sebagai penyedia minyak mentah utama China.
Kesepakatan ini merupakan yang terbesar dilakukan ArabSaudi sejak kunjungan Presiden China Xi Jinping ke Riyadh, Desember lalu.
Saat itu, Xi menawarkan perdagangan minyak dalam mata uang yuan. Ini merupakan langkah China untuk melemahkan dominasi dolar, yang mayoritas dipakai sebagai mata uang dalam perdagangan internasional.
“Permintaan minyak di China masih terus meningkat. Jadi tentu saja kami harus memenuhi sebagian dari permintaan itu,” ujar Menteri Abdulaziz.
“Daripada bersaing, berkolaborasilah dengan China. Ini lebih menguntungkan,” sambungnya. Dalam pertemuan itu, Menteri
Investasi Arab Saudi Khalid Al-Falih mengatakan, Arab Saudi dapat menjadi pintu masuk bagi China ke dunia Arab. Arab Saudi mencakup 25 persen dari total perdagangan China dengan negara-negara Arab.
Volume perdagangan Arab Saudi dan China pada 2022 naik 30 persen daripada 2021. Abdulazah menambahkan, hubungan Arab Saudi dan China terus tumbuh dalam beberapa puluh tahun.
“Kami berkomitmen untuk bekerja sebagai jembatan yang akan
menghubungkan dunia Arab dengan China,” kata AbdulaIs di Konferensi Bisnis Arab-Cina, seperti dikutip Arab News, kemarin. Ia menekankan, China berperan sebagai pemimpin dalam kemajuan teknologi dan inovasidi dunia Arab.
Di acara yang sama, Menteri Luar Negeri (Menlu) Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan mengatakan, perusahaan-perusahaan China memiliki banyak kesempatan untuk berinvestasi di negara-negara Arab.
“Teknologi dan kompetensi China akan membuat kami dapat membangun masa dan perekonomian untuk generasi berikutnya,” ujar Faisal menambahkan.
Wakil Ketua Komite Konferensi Konsultatif Politik Rakyat China Nasional Hu Chunhua, menyebut, perdagangan antara negara-negara Arab dan Chinese terus tumbuh di tengah berbagai tantangan ekonomi global.
“Ini adalah putaran ke-10 Belt and Road Initiative (BRI). Negara-negara Arab merupakan mitra alam inisiatif ini karena lokasi geografi mereka,” ujarnya.
BRI merupakan inti kebijakan luar negeri Presiden Xi yang fokus pada pembangunan infrastruktur global yang diadopsi
China pada 2013. Lewat proyek ini, China telah berinvestasi ke lebih dari 150 negara dan organisasi internasional.
Kerja Sama Pertahanan
Kedekatan Arab Saudi dengan China menimbulkan kekhawatiran kedua negara itu bakal memperluas ke kerja sama ke sektor keamanan dan militer.
“Kesepakatan kerja sama kedua negara itu baru sebatas
Ekonomi dan perdagangan. Namun, jika kerja sama ini sudah sukses, biasanya akan meluas
ke sektor lainnya,” ujar Director Scowcroft Middle East Security Initiative dari Atlantic Council’s Middle East Program, JonathanvPanikoff kepada Aljazeera.
Dia beranggapan, Beijing bisa saja menargetkan kerja sama keamanan dengan Arab Saudi di masa depan. Salah satu contohnya adalah dukungan Beijing atas upaya produksi rudal balistik di dalam negeri Arab Saudi.
Selain itu, di area tertentu, seperti drone bersenjata, China Telah melakukan penjualan sesuai dengan spesifikasi senjata buatan Arab Saudi.
“Tantangan bagi AS, Riyadh menilai Beijing lebih mudah
untuk diajak bekerja sama,” ujar Panikoff.
“Mereka memandang China konsisten secara politik, dan tidak menggurui Riyadh tentang
isu-isu seperti hak asasi manusia
dan tidak memiliki batasan mengenai izin penggunaan perangkat militer,” lanjutnya.
Meskipun demikian, China
masih belum bisa menggantikan
AS sebagai pemasok utama pertahanan Arab Saudi. Tidak ada
indikasi bahwa Beijing dapat
atau akan berusaha melakukannya di masa mendatang.
“Karena militer Saudi sangat
bergantung pada bantuan, pelatihan, dan suku cadang AS, akan
merugikan diri sendiri jika Saudi
mengandalkan China untuk menggantikan Amerika Serikat di bidang ini,” jelas mantan Duta Besar AS untuk Tunisia, Gordon Gray.
Gray menambahkan, aset militer AS di Teluk akan membantu mempertahankan Arab Saudi jika skenario terburuk terjadi. Misalnya serangan dari Iran.
Jika itu terjadi, Saudi pasti akan menghubungi Pusat Komando AS atau CENTCOM.
TangselCity | 11 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu