Ditengah Badai PHK, Banten Dapat Investor Tekstil dan Garmen
SERANG–Badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sejumlah perusahaan besar di Provinsi Banten, sampai saat ini masih terus berlanjut. Dari sekitar 4.800 perusahan menengah ke atas, satu persatu mulai melakukan efesiensi karyawan, terutama mereka yang produksi alas kaki dengan orientasi utama ekspor.
Data terakhir, pabrik sepatu Adidas itu sedang proses melakukan PHK masal sekitar 5.000 karyawan dari jumlah keseluruhan sebanyak 9.000 karyawan.
Pabrik milik investor asal Korea Seralat, PT Parkland World Indonesia (PWI) 1 yang berlokasi di Gorda, Kabupaten Serang itu terpaksa melakukan PHK masal karena alasan efesiensi biaya operasional.
PWI 1 dikabarkan melakukan PHK masal karena akan melakukan relokasi pabrik ke wilayah Jawa Tengah. Relokasi itu diambil dengan pertimbangan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) di Provinsi Banten lebih tinggi dibandingkan di Jawa Tengah. Sehingga dengan begitu, perusahaan bisa melakukan efesiensi biaya operasional.
“Sekarang kan kondisi perekonomian global sedang sulit. Makanya perusahaan-perusahaan alas kaki yang berorientasi ekspor pasti akan melakukan efesiensi, termasuk salah satunya dengan cara PHK masal dan relokasi pabrik ke daerah yang UMK-nya lebih murah,” kata Edi Mursalim, Minggu (25/6/2023).
Sebelumnya, pabrik sepatu Adidas di Tangerang, Banten juga telah melakukan PHK atas sekitar 1.400 karyawan. Kabar itu pun dibenarkan oleh Direktur Utama PT Panarub Industry Budiarto Tjandra.
Di tengah kondisi itu, Banten kedatangan satu investor baru PT Sinar Texindo Utama (STU) di Kecamatan Jawilan dan Kopo, Kabupaten Serang. Dengan luasan lahannya yang mencapai sekitar 121 hektar, PT STU membentuk satu Kawasan industry terpadu baru yang didalamnya terdapat Industri Hub, Textil Hub dan Garmen Hub.
Edi melanjutkan, PT STU merupakan pemain lama dalam dunia usaha textil dan garmen. Namun ia menyanksikan PT STU bisa bertahan lama di tengah kondisi puluhan pabrik garmen, textil dan sepatu yang relokasi ke wilayah Jawa Tengah.
“Perusahaan garmen, textile atau pabrik sepatu itu kan mudah. Mereka tinggal memindahkan mesin jahitnya saja ke tempat yang baru, tidak seperti jenis perusahaan lainnya. Tapi permasalahnnya, jika orientasinya ekspor itu bisa dipastikan tidak akan bertahan lama,” ujarnya.
Diakui Edi, sejumlah perusahaan besar lebih memilih relokasi ke jawa Tengah karena UMK di sana lebih murah. Contohnya di Kabupaten Boyolali yang tidak sampai Rp2 juta, Kabupaten Brebes juga hampir sama.
Sementara di Banten, itu mencapai Rp4,4 juta, dua kali lipat dari mereka. Selisih dari itu bisa digunakan untuk membayar modal pembangunan aset. Sehingga dalam waktu lima tahun, bisa dipastikan hutang aset itu sudah terbayar lunas dan mereka bisa untung lebih banyak.
“Aset-aset yang ada di sini, bisa saja nanti dibuat apartemen atau apapun itu. Yang jelas tetap akan mereka manfaatkan untuk perputaran uang. Gampang di negeri kit amah yang kaya gitu-gituan mah,” ujarnya.
Dari total sekitar 121 hektar lahan Kawasan industry baru milik PT STU itu, terbagi kepada tiga zona, pertama zona kavling industri seluas 67,4 hektar, Sarana dan Prasarana seperti kavling gudang 57,1 hektar, kavling komersial 12,2 hektar, kavling workshop 14,3 hektar, TPS LB3 7,3 hektar dan disediakan space untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) seluas 32,9 hektar.
Menanggapi hal itu, PJ Gubernur Banten Al Muktabar mengaku memiliki jurus khusus untuk membuat para investor yang ada di Banten tetap nyaman berinvestasi. Salah satunya dengan mendorong gerakan self inflovmen sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing Pemerintah Daerah (Pemda) di Banten.
“Misalnya masalah Kesehatan dan Pendidikan bagi keluarga para buruh atau karyawan. Kita bisa cover itu melalui program BPJS dan pendidikan gratis yang kita miliki, sehingga mereka tidak terbebani akan hal itu lagi,” ungkap Al.
Al mengklaim, pembukaan kawasan industri baru di Provinsi Banten itu, merupakan pilihan tepat. Karena akan banyak keuntungan yang didapatkan oleh para investor.
“Pertama kondisi akses infrastruktur kita sudah cukup memadai, seperti akses jalan utama, tol maupun bandara atau pelabuhan. Semuanya tersedia dan dalam kondisi baik,” tambahnya.
Al berharap, dengan adanya kawasan industri terpadu baru ini, akan banyak menyerap tenaga kerja yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sesuai dengan kompetensinya masing-masing.
“Dengan luas kawasan mencapai 121 hektar, PT STU akan membutuhkan puluhan ribu tenaga kerja produktif, dnan ini bisa menjadi salah satu solusi menangani angka pengangguran di Provinsi Banten,” ucapnya.
General Manager (GM) PT Sinar Texindo Utama Rianti Fujianti mengatakan, dalam proses pembuatan kawasan industri terpadu ini banyak halangan dan kendala yang dihadapi, namun berkat suport yang begitu besar dari Pemprov Banten dirinya mendapatkan banyak kemudahan.
“Khususnya dalam proses perizinannya,” tandasnya.
Untuk itu, Rianti berharap dengan dukungan yang penuh dari Pemprov Banten itu, proses investasi yang sedang dilakukan ini berjalan dengan baik dan aman, sehingga investasi ini bisa mempercepat pertumbuhan perekonomian pemerintah daerah.
“Kami akan bisa lebih banyak lagi menarik investor asing dan lokal yang mau menamankan invetasinya di Banten, sehingga dengan begitu bisa menyerap tenaga kerja lebih banyak lagi,” pungkasnya.
“Investor yang masuk sudah ada dari industri textil dan garmen. Nanti akan masih banyak lagi yang masuk, sehingga nanti kami berharap kawasan ini menjadi yang terbesar di Provinsi Banten,” sambungnya.
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pendidikan | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 14 jam yang lalu