AHY: Kader Marah dan Kecewa, Bukan Karena Ketum-nya Tidak Jadi Cawapres
JAKARTA - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono memahami kemarahan dan kekecewaan para kadernya, atas peristiwa pahit yang baru saja terjadi.
Belum lama ini, Demokrat merasa ditelikung oleh bakal calon presiden (bacapres) Anies Baswedan dan Partai NasDem.
Secara tiba-tiba, Ketua Umum NasDem Surya Paloh mengumumkan penetapan Anies-Imin sebagai pasangan capres-cawapres di Pilpres 2024 di NasDem Tower, Jakarta, Rabu (30/8) malam. Tanpa sepengetahuan NasDem dan PKS, yang tergabung dalam Koalisi Perubahan.
Sabtu (3/9/2023), PKB resmi mendeklarasikan Anies-Imin sebagai pasangan capres-cawapres di Pilpres 2024.
"Para kader marah dan kecewa, bukan karena Ketumnya tidak jadi Cawapres. Tapi, karena perjuangan Demokrat telah dilukai oleh mereka yang tidak jujur, serta telah melanggar komitmen dan kesepakatan. Bagi Demokrat, ini sesuatu yang fundamental," kata AHY dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (4/9/2023).
Dalam kesempatan tersebut, AHY juga menyoroti hiruk pikuk politik menuju Pemilu 2024. Seolah etika, integritas pribadi, dan komitmen politik, menjadi tidak penting dan relevan, dalam mencapai tujuan.
Namun, hal itu justru menebalkan keyakinan politik saya, bahwa perubahan benar-benar diperlukan. Karena demokrasi yang sejati, menurut AHY, hanya bisa dirawat dan tetap eksis, jika hal-hal mendasar tadi tetap dipertahankan.
"Pengalaman di TNI mengajarkan kepada kami, untuk senantiasa memegang teguh nilai dan etika keperwiraan. Ini adalah modal utama bagi seorang prajurit, dalam mengemban tugas apa pun," papar AHY.
Dalam kesempatan tersebut, AHY juga menyoroti hiruk pikuk politik menuju Pemilu 2024. Seolah etika, integritas pribadi, dan komitmen politik, menjadi tidak penting dan relevan, dalam mencapai tujuan.
Namun, hal itu justru menebalkan keyakinan politik saya, bahwa perubahan benar-benar diperlukan. Karena demokrasi yang sejati, menurut AHY, hanya bisa dirawat dan tetap eksis, jika hal-hal mendasar tadi tetap dipertahankan.
"Pengalaman di TNI mengajarkan kepada kami, untuk senantiasa memegang teguh nilai dan etika keperwiraan. Ini adalah modal utama bagi seorang prajurit, dalam mengemban tugas apa pun," papar AHY.
Dalam kondisi perang saja, kami diwajibkan untuk mematuhi etika dan aturan. Sehingga, perang bukan hanya soal killed or to be killed. Bukan hanya tentang menang atau kalah. Tetapi juga soal cara untuk bisa memenangkan peperangan itu. Begitu juga dalam berpolitik," imbuhnya.
AHY merasa semua rakyat Indonesia sepakat untuk berpolitik secara beretika. Karena kita mendambakan praktik-praktik yang baik.
Dia bilang, kita tidak ingin seolah semuanya bisa, asal tidak boleh kalah. Cara tidak boleh menikam tujuan. Cara, juga harus dijiwai oleh tujuan. Begitu pula sebaliknya.
Ini adalah pandangan Mahatma Gandhi, yang juga menjadi rujukan utama dari pikiran-pikiran Presiden Soekarno.
"Sejak awal, kami memiliki harapan besar terhadap hadirnya sebuah perubahan dan perbaikan. Bukan perubahan biasa, tetapi perubahan yang besar dan fundamental, yang berlandaskan pada nilai-nilai dan etika," tutur AHY.
AHY menekankan, semua itu tentu membutuhkan kerja keras, kerja sama, dan komitmen dari semua yang ingin melakukan perubahan tersebut.
Namun, hal itu tidak mudah diwujudkan.
"Komitmen menjadi barang yang langka. Kata maaf dijadikan obat yang murah, untuk pengingkaran atas sebuah komitmen. Ini tentu berbahaya. Jika dibiarkan, bisa menjadi budaya, menjadi sebuah pembenaran. Lambat laun, itu bisa membentuk karakter bangsa yang tidak bertanggung jawab," beber AHY.
"Tentu sekali lagi, kami tidak akan membiarkan itu terjadi. Karena itu, kami tidak akan menyerah, untuk terus memperjuangkan nilai dan etika dalam kehidupan politik dan demokrasi kita," pungkasnya.
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Galeri | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 8 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Ekonomi Bisnis | 2 hari yang lalu