Pemilu Sebentar Lagi, KPU Mana Suaranya
JAKARTA - Kurang dari 3 bulan menjelang hari pencoblosan, KPU sebagai penyelenggara pemilu terkesan masih adem ayem. Padahal, di tingkat peserta pemilu, mulai dari partai politik, calon legislatif, hingga calon presiden dan calon wakil presiden, sudah gaspol berkampanye. Di sisi lain, sejumlah akademisi, musisi, seniman maupun budayawan rame-rame menyampaikan kegelisahannya soal Pemilu 2024. KPU mana suaranya...
Wacana penundaan pemilu yang dulu sempat rame, dipastikan sudah tutup buku. Pemerintah, DPR dan KPU sudah sepakat, Pemilu 2024 tetap sesuai jadwal. Hari pencoblosan jatuh pada 14 Februari 2024 atau tersisa kurang dari 3 bulan lagi.
Selain itu, para peserta Pemilu 2024 juga sudah ditetapkan. Mulai dari menetapkan parpol peserta pemilu, Daftar Caleg Tetap (DCT), dan terakhir menetapkan pasangan Capres-Cawapres yang akan bertarung di Pilpres 2024. Yakni, pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar sebagai Paslon nomor urut 1, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dengan nomor urut 2, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD mendapat nomor urut 3.
Kendati peserta pemilu sudah ditetapkan dan waktu pelaksanaan sudah makin mepet, KPU dinilai masih terkesan gamang. Lembaga yang dipimpin Hasyim Asyari itu, tidak gesit dalam menyampaikan ke publik tentang berbagai hal terkait Pemilu 2024.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustiyati menilai, KPU seolah gamang. Maksudnya, sebagai penyelenggara, KPU seperti ragu soal pelaksanaan Pemilu 2024.
"Ini sebetulnya sudah pernah menjadi salah satu polemik saat diputuskan, bahwa kampanye hanya 75 hari," kata Khoirunnisa kepada Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Group), Sabtu (18/11/2023).
Salah satu yang membuat KPU gamang, kata dia, terkait logistik kampanye. Nisa khawatir, pendeknya waktu kampanye bisa berpengaruh pada persiapan logistik.
"Karena biasanya saat kampanye KPU akan mempersiapkan logistik kampanye. Namun, karena waktu kampanye lebih pendek, maka ini bisa berpengaruh untuk persiapan logistik," ucapnya.
Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta mengaku mencium gelagat yang sama. Kata dia, terdapat beberapa anomali hukum yang menjadi sinyal KPU ogah-ogahan melaksanakan Pemilu.
"Misalnya KPU tidak melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA) soal syarat mantan narapidana menjadi calon anggota legislatif (caleg) dan kuota caleg perempuan," sindir Kaka
Belum lagi sengketa tentang penentuan DCT. Banyak gugatan yang dilayangkan ke KPU terkait soal kisruh DCT. Ditambah lagi dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah batas usia Capres-Cawapres.
"Nah, saya berharap penyelenggara Pemilu khusunya KPU kemudian bukan menjadi bagian dari mata rantai yang menggagalkan, atau merusak Pemilu atau demokrasi di Indonesia," ujar Kaka.
Dia juga menyoroti persoalan logistik Pemilu. Penetapan masa kampanye yang hanya 75 hari menuntut KPU untuk segera mengadakan logistik Pemilu. Mulai dari surat suara, kotak suara, petugas KPPS hingga debat Capres-Cawapres. "Dengan kondisi ini kita perlu khawatir," imbuh dia.
Kritikan juga datang dari Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin. Dia berharap KPU on the track. Semua kegamangan dalam penyelenggaraan Pemilu harus ditinggalkan.
"Tinggal 3 bulan pencoblosan jadi kalaupun ada kegamangan, ya jangan lah. Karena semua sudah sepakat, partai politik Pemerintah sudah sepakat bahwa Pemilu akan dilakukan dengan seksama," ucap Ujang.
Dia meminta kepada KPU bersikap netral. Tidak main mata, apalagi kong kalikong dengan paslon tertentu. Jangan lagi ada kegamangan.
"KPU perlu menjelaskan ke publik ketika memang ada persoalan. Jangan dipendam. Publik buruh kepastian apa KPU sungguh-sungguh akan melaksanakan Pemilu," ucap dia.
Terpisah, Ketua Divisi Teknis KPU, Idham Holik memastikan pihaknya akan menyelenggarakan Pemilu 2024 tepat waktu. Aturan teknis penyelenggaraannya, mulai dari mekanisme alat peraga kampanye hingga tata cara pencoblosan ada di peraturan KPU tentang Pemilu.
Dia lantas menyinggung soal Pasal 277 ayat (5) UU Nomor7/2017 yang mengatur soal debat Capres-Cawapres. Sesuai undang-undang tersebut, materi debat Paslon adalah visi nasional sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Sedangkan Pasal 349 ayat (1) UU Nomor 7/2017 mengatur tentang usia pemilih. Pemilih, papar dia, kartu tanda penduduk elektronik yang tidak terdaftar pada daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan, serta penduduk yang telah memiliki hak pilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 348 ayat (1) huruf c dan huruf d diberlakukan ketentuan sebagai berikut:
"A. memilih di TPS yang ada di rukun tetangga/rukun warga sesuai dengan alamat yang tertera di kartu tanda penduduk elektronik b. mendaftarkan diri terlebih dahulu pada KPPS setempat; dan c. dilakukan 1 (satu) jam sebelum pemungutan suara di TPS setempat selesai," ulas dia.
Untuk Pasal 348 ayat (1) UU Nomor 7/2017 menjelaskan pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS meliputi: pemilik kartu tanda penduduk elektronik (KTP) yang terdaftar pada daftar pemilih tetap di TPS yang bersangkutan.
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu