Bahaya Jika Benar Pinjol Jadi Masuk Kampus
Mahasiswa Terjerat Utang Bunga Yang Terlalu Tinggi
JAKARTA - Senayan mengkritik kampus yang menggandeng pinjaman online (pinjol) untuk mempermudah mahasiswa membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT). Kebijakan ini dinilai sebagai jalan pintas yang malah dapat menjerat mahasiswa dalam lingkaran utang.
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengatakan, skema cicilan UKT dengan pinjol ini merugikan mahasiswa. Bahaya jika pinjol menjadi alat bayar untuk mencicil biaya pendidikan.
Sebab, mahasiswa yang benar-benar tidak mampu terpaksa menggunakan opsi ini untuk melunasi biaya UKT. Sementara bagi mahasiswa lain, bisa saja opsi ini disalahgunakan untuk kepentingan lain.
“Ya akhirnya, ujung-ujungnya mahasiswa dan wali mahasiswa yang dirugikan,” tutur dia.
Tidak hanya itu, anggota Fraksi PKB ini khawatir, kebijakan perguruan tinggi menggandeng pinjol masuk kampus ini akan menyebabkan komersialisasi pendidikan.
“Tentu kita tidak ingin otoritas pengelolaan sumber pendanaan ini justru memicu komersialisasi pendidikan entah itu melalui UKT atau seleksi masuk mahasiswa baru melalui jalur mandiri,” tegasnya.
Huda mengatakan, Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) memang mempunyai hak untuk melakukan kerja sama dengan pihak ketiga dalam proses penyelenggaraan pendidikan.
Namun kerja sama itu tidak boleh membuka potensi kerugian atau beban terutama bagi kalangan mahasiswa.
Apalagi, pinjol ini sudah tentu menerapkan bunga yang pada akhirnya membuat mahasiswa kesulitan membayar cicilan.
Dari informasi yang diperolehnya, pinjol tersebut menawarkan pinjaman senilai Rp 12,5 juta, dengan tenor selama 12 bulan, dan dibayar per bulan oleh mahasiswa sebesar Rp 1,3 juta per bulan atau Rp 15,5 juta setahun.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) diminta menghentikan kebijakan tersebut. Pemerintah perlu mengkaji ulang konsep pendanaan PTNBH yang melakukan kerja sama dengan Pinjol dalam pembayaran kuliah. Ini juga untuk memastikan bahwa kerja sama dengan pihak ketiga ini tidak mengarah kepada komersialisasi pendidikan.
“Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2013 tentang bentuk dan mekanisme pendanaan PTNBH, terkait otonomi pengelolaan pendanaan, memang memiliki kewenangan dalam menentukan UKT bagi para mahasiswa mandiri. Tapi di Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, besaran UKT tersebut harus terjangkau masyarakat,” tegasnya.
Untuk itu, anggota Fraksi PKB ini mendorong penyediaan skema baru dalam pembayaran kuliah bagi mahasiswa yang keberatan membayar uang kuliah.
“Bikin kajian skema baru untuk meringankan beban mahasiswa yang kesulitan membayar UKT,” tambahnya.
Sementara anggota Komisi X DPR Nuroji menilai, kebijakan Institut Teknologi Bandung (ITB) menggandeng pinjol dalam pembayaran UKT justru lucu.
“Pinjol ini kan bunganya bisa mencapai 20 persen, kok malah diarahkan mahasiswanya untuk membayar UKT lewat Pinjol. Apalagi ini ada kerja sama, kan lucu,” bilangnya.
Untuk itu, dia mendorong agar agar Dana Abadi Pendidikan (DAP) yang ada saat ini dapat disalurkan untuk para mahasiswa jenjang sarjana yang kesulitan membayar UKT.
Penggunaan DAP ini, menurutnya, patut dipertimbangkan agar generasi muda bangsa tidak terjerumus pinjol.
“DAP sekarang kan sudah mencapai Rp 139 triliun. Saya kira itu bisa dikelola dengan membuka kuota beasiswa yang lebih banyak untuk memberi kemudahan untuk memperoleh akses pendidikan yang layak,” harapnya.
Lifestyle | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu