Menghindari Penyalahan Obat, Ketamin Masuk Daftar Baru OOT

JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memutuskan memasukkan ketamin ke dalam daftar Obat-Obat Tertentu (OOT) yang sering disalahgunakan. Penetapan ini bagian dari upaya berkelanjutan untuk melindungi masyarakat dari risiko penyalahgunaan OOT.
Kepala BPOM Taruna Ikrar menyatakan, pihaknya telah menetapkan Peraturan BPOM Nomor 12 Tahun 2025 tentang Obat-Obat Tertentu yang Sering Disalahgunakan.
Menurutnya, peraturan itu menggantikan Peraturan BPOM Nomor 10 Tahun 2019 dan memasukkan ketamin ke dalam daftar OOT.
Selain ketamin, lanjut dia, peraturan baru itu juga memasukan sejumlah obat atau bahan obat lain dalam OOT. Di antaranya, tramadol, triheksifenidil, klorpromazin, amitriptilin, haloperidol dan dekstrometorfan.
Salah satu poin penting dalam regulasi terbaru ini, masuknya ketamin ke dalam daftar OOT. Ketamin merupakan senyawa anestesi yang memiliki potensi besar untuk disalahgunakan. Langkah ini merupakan respons atas meningkatnya angka penyalahgunaan ketamin, yang menimbulkan kekhawatiran secara nasional hingga global,” jelas Taruna dalam keterangan resminya dikutip, Jumat (6/6/2025).
Lebih lanjut, dia menegaskan, Peraturan BPOM Nomor 12 Tahun 2025 merupakan bagian dari upaya berkelanjutan dalam melindungi kesehatan masyarakat dari risiko penyalahgunaan obat, utamanya OOT.
Aturan baru itu juga memuat sejumlah ketentuan baru yang memperkuat sistem pengawasan terhadap OOT. Mulai dari tahap produksi, distribusi, penyimpanan, penyerahan hingga pemusnahan.
“Dalam beleid terbaru, industri farmasi dan Pedagang Besar Farmasi (PBF) diwajibkan menerapkan standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) secara konsisten dalam setiap tahap pengelolaan OOT,” cetusnya.
Tentang penyalahgunaan ketamin di Indonesia, Taruna mengatakan, sebelum Peraturan BPOM Nomor 12 Tahun 2025 terbit, pihaknya menemukan adanya penyalahgunaan ketamin sebagai zat psikoaktif. Hal itu meningkat signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan data BPOM, lanjut dia, peredaran ketamin injeksi ke fasilitas pelayanan kefarmasian pada 2022 sebanyak 134 ribu vial, meningkat 75 persen pada 2023 menjadi 235 ribu vial. Pada 2024 peredaran dan konsumsi menjadi 440 ribu vial atau meningkat sebanyak 87 persen dibanding tahun 2023.
Selain itu, tambah Taruna, BPOM juga menemukan 7 provinsi di Indonesia yang menjadi lokus penyimpangan peredaran ketamin injeksi sepanjang tahun 2024, yaitu Lampung, Bali, Jawa Timur, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat dan Kalimantan Barat.
Menurutnya, penyalahgunaan ketamin dapat menimbulkan efek halusinasi, disorientasi, dalam jangka panjang berpotensi menyebabkan gangguan neurologis dan psikologis yang serius.
Sebab itu, pengaturan yang lebih ketat terhadap peredaran, penggunaan, serta pelaporan ketamin akan menjadi langkah strategis dalam pencegahan penyalahgunaan zat ini,” tegasnya.
Taruna memastikan, regulasi baru terkait OOT juga akan dibarengi dengan intensifikasi pengawasan dan edukasi publik. Dengan begitu, semua informasi tentang bahaya penyalahgunaan obat bisa tersampaikan secara luas dan komprehensif.
Kami mengajak seluruh lapisan masyarakat, termasuk media massa, turut serta mengedukasi publik terkait bahaya penyalahgunaan ketamin dan OOT lainnya,” ajaknya.
Dia menambahkan, sinergi yang kuat antara regulator, industri, tenaga kesehatan dan masyarakat merupakan kunci keberhasilan dalam menjaga keamanan dan ketertiban pengelolaan obat di Indonesia.
Terpisah, Guru Besar Farmasi Universitas Gajah Mada (UGM) Zullies Ikawati mengatakan, peningkatan penyalahgunaan ketamin terjadi lantaran kurang ketatnya pengawasan distribusi.
Menurut dia, hal itu tercermin dari mudahnya masyarakat umum membeli ketamine di apotek maupun secara daring. Kondisi tersebut diperburuk dengan minimnya informasi dan edukasi terhadap efek negatif dari penyalahgunaan ketamin.
Sebab itu, Zullies mendorong, seluruh pemangku kebijakan memperketat pengawasan peredaran ketamin.
Regulasi ini harus diimbangi dengan kemudahan akses medis yang sah, agar pasien yang membutuhkan tetap bisa mendapatkannya. Sebab, ketamin merupakan salah satu jenis obat anestesi yang umum digunakan bagi pasien yang akan menjalani prosedur medis, misalnya pembedahan.
Masuknya ketamine ke dalam OOT juga ramai dibicarakan netizen di media sosial X.
“Di online shop, banyak tuh yang jual ketamine. Gimiknya untuk hewan. Buat apa coba. Loe mau bedah siapa? Kodok? Woy, dokter hewan juga pasti punya suplyer khusus, nggak beli online shop,” tulis akun @dweihnjana.
Ketamin memang harus diawasi secara ketat. Gue pernah jaga IGD terus tiba-tiba ada bule dateng dan bilang: ‘saya mau beli ini’ terus dia nunjukin ampul botol ketamin. Gue langsung, hah? Se kasual ini? Mau beli ketamin? Asli, gue sempat ngeblank sepersekian detik. Dikira, dia beli obat penurun demam anak kali ya,” ungkap akun @_heavenpostman.
“Awalnya, ketamin itu untuk membantu dunia kedokteran. Tapi, nggak semua cerita tentang ketamine indah. Sebab, efek dissociative-nya bikin orang ngerasa melayang. Kemudian, ketamine mulai disalahgunakan, dipakai sebagai obat rekreasional, terutama di scene pesta,” tutur akun @valiisaa.
“Orang-orang adiksi mabok di konoha memang aneh-aneh. Hirup aibon lah, hirup uap bensin, makan kecubung, sampai suntik ketamine. Padahal, ada yang paling murah. Siang-siang, naik angkot terus duduk di kursi yang pas di atas ban belakang, dijamin mabok sampek muntah,” cetus akun @wapdsnip128u902_.
Olahraga | 21 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 21 jam yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu