Juragan Minyak MRC Masih Berada di Malaysia

JAKARTA - Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan terus memantau pergerakan MRC, tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang. Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) Agus Andrianto menegaskan, saat ini, pengusaha yang dikenal sebagai taipan migas itu, masih berada di Malaysia.
“Kita monitor. Info pastinya masih di Malaysia ya,” kata Agus sebelum mengikuti Sidang Kabinet Paripurna, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (6/8/2025).
Untuk penangkapan MRC, kata Agus, masih menunggu proses administratif dari Kejaksaan Agung (Kejagung). Salah satunya, pengajuan red notice ke Interpol dan penerbitan status Daftar Pencarian Orang (DPO).
Agus menerangkan, Pemerintah tidak bisa ikut campur lebih jauh. Sebab, prosesnya merupakan ranah aparat penegak hukum. Kementerian Imipas hanya bertindak berdasarkan permintaan resmi.
“Nanti aparat penegak hukum yang mengajukan, dari Kejaksaan Agung ya,” ujarnya.
Presiden Prabowo Subianto telah mendapat laporan terkait perkembangan kasus ini. Sebagai langkah lanjutan, Agus menyampaikan bahwa Pemerintah telah meminta bantuan kepada otoritas Malaysia dalam rangka pelacakan dan pengejaran terhadap MRC.
Beliau (Presiden) pasti sudah dapat laporan dari aparat penegak hukum,” ujar Agus.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi telah memastikan, Pemerintah siap mendukung Kejagung dalam menuntaskan perkara ini, termasuk bila diminta untuk turut aktif memburu keberadaan MRC di luar negeri.
"Jelas bagian dari tugas pemerintah mem-back up penuh," kata Prasetyo, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (5/8/2025).
Dia menerangkan, komunikasi antar lembaga Pemerintah terus dilakukan. Termasuk memantau sejumlah kasus yang tengah ditangani aparat penegak hukum. Namun, Pemerintah tidak ikut campur urusan penindakannya.
“Ya kalau upaya komunikasi ada, tapi tentunya itu kita kembalikan ke teman-teman aparat penegak hukum dalam hal ini Kejaksaan,” ujarnya.
Dari pihak Kejagung, menyatakan akan segera menetapkan MRC sebagai buron, setelah tiga kali mangkir dari pemeriksaan sebagai tersangka. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna mengatakan, proses hukum akan ditindaklanjuti dengan penerbitan red notice.
Kita sudah melakukan pemanggilan terhadap MRC sebagai tersangka sebanyak tiga kali. Selanjutnya ditindak dengan langkah-langkah hukum, di antaranya penetapan DPO,” ujar Anang, di Kejagung, Rabu (6/8/2205).
Dia menjelaskan, pengajuan red notice ke Interpol membutuhkan tahapan administrasi yang tidak instan. Status DPO harus lebih dahulu ditetapkan, sebelum kemudian diajukan secara resmi ke markas Interpol di Lyon, Prancis.
“Red notice sudah kita layangkan sambil melengkapi ketentuan-ketentuan. Nanti diagendakan, dirapatkan di Interpol. Setelah itu dikirim ke Lyon. Kalau di-approve, baru red notice keluar,” jelasnya.
Anang memastikan, ruang gerak MRC akan semakin terbatas begitu status red notice diberlakukan. “Kalau sudah red notice, ke mana-mana dia akan terbatas. Kita harapkan kooperatif aja, datang,” ujarnya.
Dia memastikan, penyidik sudah mengetahui keberadaan MRC di luar negeri, meski lokasi pastinya belum bisa diumumkan ke publik. “Itu masih rahasia. Untuk sementara ini yang bersangkutan tidak ada di Indonesia,” katanya.
Tak hanya mengejar pelaku, Kejagung juga fokus memburu aset-aset hasil kejahatan yang terafiliasi dengan MRC. Beberapa di antaranya sudah disita. Antara lain uang tunai dan lima mobil mewah.
Kami tidak hanya mengejar tersangka, tetapi juga aset-aset dari hasil kejahatannya atau alat yang menjadikan alat kejahatannya,” terang Anang.
Dia menambahkan, proses ekstradisi untuk MCR dari Malaysia nantinya tetap akan memerhatikan kedaulatan hukum negeri jiran tersebut. Karena itu, Pemerintah Indonesia akan menggunakan jalur diplomatik sesuai hukum internasional.
“Red notice memang tidak dapat dipaksakan di semua negara. Namun, jika negara tujuan tidak kooperatif, kita dapat menerapkan asas resiprokal,” tegasnya.
MRC telah tiga kali mangkir dari panggilan Kejagung, yakni pada 24 Juli, 28 Juli, dan 4 Agustus 2025. Dia tercatat meninggalkan Indonesia pada 6 Februari 2025 melalui Bandara Soekarno-Hatta menuju Malaysia.
Dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah ini, Kejagung telah menetapkan 18 orang sebagai tersangka. Nilai kerugian negara ditaksir mencapai Rp 285 triliun. MRC disebut-sebut sebagai tokoh sentral dalam skema korupsi tersebut, sekaligus pemilik manfaat (beneficial owner) dari PT OTM.
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Galeri | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu