Atasi Dampak Bencana Sumatera, Menteri Brian Libatkan 39 Perguruan Tinggi
JAKARTA - Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek) mengerahkan 39 perguruan tinggi untuk mempercepat penanganan banjir, longsor dan kerusakan infrastruktur yang melanda Aceh, Sumatera Utara (Sumut) dan Sumatera Barat (Sumbar).
Melalui Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan (Ditjen Risbang), Kemendiktisaintek menyiapkan 28 Perguruan Tinggi Posko dan 11 Perguruan Tinggi Pendukung yang akan bergerak langsung di lapangan. Langkah ini menjadi bagian dari Program Pengabdian kepada Masyarakat Tanggap Darurat Bencana, yang menempatkan kampus sebagai pusat komando ilmiah berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Mendiktisaintek) Brian Yuliarto menegaskan, peran kampus sangat vital dalam penanganan bencana. “Perguruan tinggi bukan hanya pusat ilmu pengetahuan, tetapi juga kekuatan kemanusiaan,” ujar Brian dalam keterangan tertulisnya, Kamis (4/12/2025).
Menurut Brian, kehadiran akademisi, peneliti dan mahasiswa di wilayah terdampak merupakan bukti bahwa ilmu, teknologi dan inovasi harus bekerja untuk masyarakat. Dia memastikan seluruh intervensi kampus dilakukan secara terkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Kementerian Sosial (Kemensos).
“Perguruan Tinggi Posko akan menjadi pusat komando lapangan. Perguruan Tinggi Pendukung menyediakan tenaga ahli, teknologi, alat pemulihan, hingga pendampingan intervensi di daerah terdampak,” jelasnya.
Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan Kemendiktisaintek Fauzan Adziman mengatakan, program tanggap darurat difokuskan pada delapan pilar utama, yakni distribusi logistik; layanan kesehatan dan gizi; pendampingan psikososial; rehabilitasi sanitasi dan penyediaan air bersih; pendidikan darurat; pemulihan ekonomi; dukungan administrasi publik; serta mitigasi dan edukasi kebencanaan.
Pilar ini dirancang untuk memastikan respons yang tidak hanya cepat, tetapi juga berkelanjutan,” ujarnya.
Asesmen lapangan Kemendiktisaintek menemukan sejumlah kebutuhan kritis yang masih belum tertangani. Seperti akses jalan yang terputus, jaringan komunikasi yang lumpuh, keterbatasan Bahan Bakar Minyak (BBM), serta hambatan distribusi logistik yang memaksa penggunaan jalur alternatif.
Fauzan menjelaskan, program ini akan berjalan dalam dua fase. Pertama, fase tanggap darurat hingga 31 Desember 2025, dengan fokus pada logistik, layanan kesehatan, air bersih, sanitasi, pendidikan darurat, serta pemulihan awal. Kedua, fase pemulihan pada 2026, yang mencakup rehabilitasi wilayah, pemulihan ekonomi, serta inovasi berbasis teknologi untuk mendukung kehidupan masyarakat jangka panjang.
Perguruan tinggi juga akan memperluas jangkauan Posko ke wilayah terdampak terpencil di Aceh, Sumut dan Sumbar. Teknologi filtrasi air, desalinasi dan sanitasi portabel disiapkan untuk membantu pemulihan kebutuhan dasar.
Meski demikian, kebutuhan seperti tenda, dapur umum, MCK, obat-obatan, air bersih, BBM dan internet darurat disebut masih membutuhkan percepatan distribusi.
Selain pengerahan kampus, Kemendiktisaintek membuka peluang pembiayaan proposal bagi civitas akademika yang ingin mengajukan riset atau program tanggap darurat untuk korban banjir di Aceh dan Sumatera.
Wakil Mendiktisaintek Stella Christie mengatakan, setiap proposal bisa memperoleh dana maksimal Rp 500 juta, dengan total anggaran Rp 30 miliar. “Kami mengajak seluruh civitas akademika memasukkan proposal tanggap darurat sebagai aksi nyata kampus berdampak,” ujar Stella melalui akun Instagram resmi @prof.stellachristie.
Proposal yang diajukan harus masuk dalam salah satu dari delapan bidang prioritas program. Dia juga memastikan akan turun langsung ke Sumatera Utara, termasuk Medan, Sibolga dan Tapanuli Tengah untuk mengecek kesiapan Posko kampus.
Untuk memaksimalkan aksi lapangan, Kemendiktisaintek melakukan sejumlah langkah percepatan, mulai dari rapid assessment berbasis Google Form, bimbingan teknis penyusunan proposal, penyempurnaan format proposal, penyaluran logistik awal termasuk teknologi air bersih portabel, sistem pelaporan berbasis bukti visual, hingga skema bantuan khusus bagi mahasiswa terdampak.
Peran civitas akademika sangat penting membantu masyarakat yang terdampak bencana. Kami dari Kemendiktisaintek berupaya semaksimal mungkin hadir bersama mereka,” tegas Stella.
Pos Banten | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 15 jam yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu


