TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Koalisi Indonesia Maju, Kompak Di Pilpres Mencair Di Pilkada Serentak

Oleh: Farhan
Jumat, 26 Juli 2024 | 08:33 WIB
Para Ketua Parpol anggota K8M. Foto : Ist
Para Ketua Parpol anggota K8M. Foto : Ist

JAKARTA - Kekompakan Koalisi Indonesia Maju (KIM) di Pilpres lalu, tak berbanding lurus saat menghadapi Pilkada serentak. Di level atas, KIM memang permanen. Namun, di level bawahnya, KIM malah mencair.

Di Pilpres lalu, KIM yang beranggotakan Gerindra, Golkar, Demokrat, dan PAN, menunjukkan kekompakannya. Kerja sama erat dan strategi politik efektif berhasil membawa pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 2024-2029.

Para bos KIM berharap kekompakan di tingkat pusat ini, bisa dipermanenkan dan diteruskan dalam gelaran pilkada. Sayangnya, keinginan tersebut sulit direalisasikan. Pasalnya, masing-masing parpol anggota KIM punya jagoan yang berbeda di pilkada.

Di Pilkada Banten misalnya, Gerindra dan Golkar, dua kekuatan besar di KIM, punya jagoan berbeda. Gerindra yang dinahkodai Prabowo Subianto menjagokan Andra Soni. Andra dipasangkan dengan mantan Bupati Pandeglang yang saat ini menjadi kader PKS, Dimyati Natakusumah. Pasangan ini diusung Koalisi Banten Maju yang beranggotakan Gerindra NasDem, PAN, PKS, PKB, PPP, dan PSI. Sementara Golkar mengusung mantan Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany.

Di Pilkada Jawa Barat, peta politik menunjukkan hal serupa. Golkar dan Gerindra berpotensi pecah kongsi. Golkar tampaknya akan mengusung Ridwan Kamil atau akrab disapa Kang Emil sebagai calon gubernur. Sementara Gerindra ingin mengusung kadernya Dedi Mulyadi sebagai cagub.

Di Pilkada DKI Jakarta, kekompakan KIM pun diuji. KIM yang awalnya kompak mengusung Kang Emil, kini tampak kehilangan arah. Golkar memutuskan untuk mengusung pengusaha jalan tol Jusuf Hamka atau akrab disapa Babah Alun sebagai cagub. Gerinda punya jagoan lain, yaitu keponakan Prabowo, Budi Djiwandono.

Menanggapi peta politik tersebut, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Golkar, Idrus Marham menepis kalau KIM retak di pilkada. Idrus menyatakan, KIM adalah koalisi permanen atau koalisi jangka panjang.

Idrus mengungkapkan, ada tiga skenario yang akan diterapkan dalam Pilkada. Pertama, parpol yang tergabung dalam KIM mengusung calon yang sama.

Skenario kedua, all KIM final. Artinya, calon yang diusung parpol di KIM akan mengusung calon yang berbeda. Sebagai contoh di Pilkada Banten. Golkar mengusung Airin, dan Gerindra mengusung Andra.

“Berarti siapa yang terpilih merupakan bagian keluarga besar Koalisi Indonesia Maju,” kata Idrus, dalam jumpa pers di kawasan Matraman, Jakarta Timur, Kamis (25/7/2024).

Skenario ketiga, persaingan di antara partai-partai politik yang tergabung di KIM pada wilayah-wilayah tertentu. Meski berbeda jalan, Idrus meyakini semua tetap memegang komitmen dalam rangka memastikan kesuksesan kepemimpinan Prabowo-Gibran.

Soal perbedaan penentuan calon kepala daerah, Idrus menilai justru hal tersebut memperkuat demokratisasi dalam internal KIM. Kata dia, koalisi permanen itu bukan berarti penyeragaman.

“KIM tetap menjamin proses demokratisasi yang ditandai dengan perdebatan-perdebatan konseptual dalam rangka mendistribusikan posisi-posisi,” paparnya.

Mantan Menteri Sosial ini mengungkapkan, perbedaan itu pada akhirnya sama. Yaitu, dalam rangka menjamin efektivitas kepemimpinan Prabowo-Gibran ke depan.

Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komaruddin menilai wajar bila soliditas KIM di pusat dan daerah berbeda. Kondisi ini terjadi karena perbedaan kepentingan di masing-masing daerah.

Di Jakarta, Jabar dan Banten misalnya, dua partai politik KIM ingin mengusung kadernya sendiri. Tentu tidak bisa memaksakan harus paralel, tidak bisa memaksakan harus satu frekuensi di pilkada.

“Karena beda kepentingan. Pilpres sudah beres, pileg sudah selesai. Pilkada pasti parpol punya kepentingan masing-masing di daerah,” jelas Ujang, saat dikontak Redaksi, Kamis malam.

Ujang menambahkan, sejak jauh hari telah menganalisis bahwa koalisi di tingkat pusat tidak akan sejalan dengan di daerah. “Kalau ada kesamaan, itu hanya kebetulan saja, karena memiliki kepentingan yang sama. Kalau beda kepentingan, ya beda juga koalisinya,” ujarnya.

Ujang berpendapat, pada dasarnya setelah Pilpres, koalisi yang terbentuk cenderung bubar. Bukan hanya KIM, koalisi pendukung Paslon lain di Pilpres lalu juga bernasib sama. Kubu 01 dan 03, kata dia, juga bubar. Karena memang sejatinya, koalisi Pilpres sudah tidak ada, sudah bubar.

“Mungkin KIM tidak bubar karena pemenang. Kalau bicara Pilkada, ya semua cair, dinamis, koalisi acak. Koalisi pragmatis, koalisi berbasis kepentingan yang sama. Kalau berbeda, ya beda koalisi,” pungkasnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo